Bolehkah Aparatur Desa Menjadi Pengurus Koperasi Merah Putih

banner 728x90

ELTV SATU ||| ARTIKEL – Koperasi Merah Putih (Kopdes Merah Putih) adalah program
pemerintah yang bertujuan untuk membangun ekonomi desa dan kelurahan melalui
koperasi yang dikelola oleh dan untuk masyarakat desa. Koperasi ini
ditujukan untuk memperkuat swasembada pangan, pemerataan ekonomi, dan
mewujudkan desa mandiri. Pembentukan Kopdes Merah Putih dilatarbelakangi
oleh Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025 dan Surat Edaran Menteri
Koperasi No. 1/2025. 

Tujuan:

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui usaha bersama,
memperkuat ketahanan pangan, dan mendorong pemerataan ekonomi.

Target:

Pembentukan 70.000 hingga 80.000 koperasi di seluruh desa/kelurahan di
Indonesia.

Jenis Usaha:

Kopdes Merah Putih dapat menjalankan berbagai jenis usaha sesuai dengan
kebutuhan dan potensi lokal, seperti simpan pinjam, simpanan, gerai sembako,
klinik desa, cold storage, dan logistik.

Sumber Dana:

Pembiayaan modal usaha Kopdes Merah Putih berasal dari pinjaman
perbankan, khususnya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Pendanaan:

Dana yang diberikan kepada Kopdes Merah Putih bukan dari APBN,
melainkan pinjaman untuk mendukung kegiatan usaha koperasi.

Pengelolaan:

Kopdes Merah Putih dikelola oleh pengurus yang dipilih oleh anggota
koperasi.

Syarat Pengurus:

Pengurus Kopdes Merah Putih harus memiliki keterampilan kerja, wawasan
usaha, dan semangat kewirausahaan, serta tidak memiliki hubungan keluarga
dengan pengurus lain atau pengawas.

Bolehkah Aparatur Desa Menjadi Pengurus Koperasi

Secara umum, aparatur desa boleh menjadi pengurus koperasi, namun ada
beberapa batasan dan ketentuan yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi
konflik kepentingan dan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.

Dasar Hukum Terkait:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Mengatur
tugas, wewenang, dan larangan bagi aparatur desa. Pasal 51 menyebutkan bahwa
perangkat desa dilarang “merangkap jabatan sebagai pengurus partai
politik” atau melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan masyarakat
desa.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian Tidak melarang secara eksplisit aparatur desa menjadi
pengurus koperasi, selama koperasi tersebut bukan milik pemerintah dan tidak
menggunakan dana desa secara langsung. Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) dan peraturan turunan lainnya. Memberikan batasan agar aparatur
desa fokus pada pelayanan publik dan menghindari konflik kepentingan.

Aparatur desa menjadi pengurus koperasi Boleh jika:  Koperasi tersebut bukan milik desa secara
langsung (misalnya BUMDes atau koperasi yang dibiayai dana desa). Tidak terjadi
konflik kepentingan (misalnya menggunakan wewenang sebagai aparatur desa untuk
menguntungkan koperasi pribadi). Tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab
utama sebagai aparatur desa.

aparatur desa menjadi pengurus koperasi
Tidak boleh jika: Menjadi pengurus koperasi yang mengelola dana desa
atau milik desa (seperti BUMDes), karena ini berpotensi konflik kepentingan. Menyalahgunakan
jabatan untuk keuntungan koperasi. Menggunakan anggaran, fasilitas, atau aset
desa untuk kepentingan koperasi pribadi.

Sebaiknya aparatur desa: Menghindari posisi strategis (seperti ketua
atau bendahara) dalam koperasi jika berisiko konflik kepentingan. Berkoordinasi
dengan camat atau Dinas Koperasi setempat untuk memastikan tidak melanggar
aturan. Membuat pernyataan etika atau minta pendapat hukum tertulis dari pihak
berwenang jika ragu.

Sejauh ini tidak ada UndangUndang Nomor1 Tahun2025 tentang Perkoperasian yang
secara tegas melarang aparatur desa merangkap sebagai anggota koperasi. Yang
ada adalah:  Peraturan Menteri Koperasi
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi
Desa/Kelurahan Merah Putih.

Berdasarkan Permenkop No 1 Tahun 2025 tentang Pembentukan Koperasi
Desa/Kelurahan Merah Putih, tidak ada ketentuan khusus yang menyebut “saksi”
bagi aparatur desa yang diangkat sebagai pegawai (pengelola) koperasi. Namun,
mekanisme pengangkatan pegawai (kelompok “pengelola”)

Dasar Hukum

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025

Tentang Percepatan Pembentukan
Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih

Peraturan Menteri Koperasi dan
UKM (Permenkop UKM) Nomor 1 Tahun 2025

Tentang Tata Cara Pembentukan
Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih

Adakah Sanksi Bagi Pegawai Desa Yang Menjadi Anggota Koperasi

Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 dan Surat
Edaran Menteri Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun 2025, tidak terdapat ketentuan
yang secara eksplisit melarang aparatur desa menjadi anggota Koperasi Merah
Putih. Namun, terdapat pembatasan yang jelas mengenai peran aparatur desa dalam
struktur kepengurusan koperasi tersebut.

Larangan bagi Aparatur Desa

Dalam Surat Edaran Menteri Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun 2025,
disebutkan bahwa Kepala Desa, Perangkat Desa, dan anggota Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) dilarang menjadi pengurus Koperasi Merah Putih. Larangan ini
bertujuan untuk mencegah konflik kepentingan dan memastikan netralitas dalam
pengelolaan koperasi.

Sanksi atas Pelanggaran

Meskipun tidak ada sanksi yang secara spesifik disebutkan dalam Inpres
atau Surat Edaran tersebut, pelanggaran terhadap larangan ini dapat dikenai
tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya,
jika seorang aparatur desa tetap menjabat sebagai pengurus koperasi, hal ini
dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap etika pemerintahan desa dan dapat
dikenai sanksi administratif atau disipliner sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan turunannya.

Sanksi atas Pelanggaran Larangan Rangkap Jabatan.

Tidak Ada Sanksi Pidana Khusus, Tapi Berlaku Sanksi
Administratif/Dinas:  Jika seorang
pegawai atau aparatur desa terbukti merangkap jabatan (misalnya menjadi
pengurus koperasi), maka dapat dikenai:

Sanksi Administratif

Berdasarkan: Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 29:
Perangkat desa dilarang menyalahgunakan wewenang dan merangkap jabatan. Pasal
30: Pelanggaran dikenai sanksi administratif: Teguran lisan/tulisan, Pemberhentian
sementara, Pemberhentian tetap.

Siapa yang Bisa Menjadi Saksi.

Dalam konteks pelaporan atau pembuktian rangkap jabatan, saksi bisa
berasal dari:

Masyarakat (warga desa yang mengetahui fakta tersebut)  Anggota BPD (karena punya fungsi pengawasan) Pengurus
koperasi (jika mengetahui atau menyetujui pengangkatan) Pihak kecamatan atau
pendamping desa Dokumen administratif (Berita Acara Rapat, SK pengangkatan,
struktur organisasi koperasi)

Kesimpulan:

Pegawai desa tidak boleh merangkap sebagai pengurus koperasi Merah
Putih. Sanksi berupa teguran hingga pemberhentian bisa dijatuhkan oleh
bupati/wali kota melalui camat. Saksi pelanggaran dapat berasal dari
masyarakat, perangkat desa lain, BPD, atau dokumen resmi koperasi.

Dasar Peraturan dan Undang-undang;


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun
2025
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian

(Narasi Dilansir Dari Berbaggai Sumber)

banner 300x250

Pos terkait

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *