ELTV SATU ||| ARTIKEL – Tahun ini, Indonesia memperingati 80 tahun kemerdekaan, sebuah tonggak sejarah yang penting dan patut direnungkan secara mendalam. Kemerdekaan bukan hanya soal lepas dari penjajahan asing, tetapi juga tentang bagaimana seluruh rakyat bisa hidup bebas dari penindasan, ketimpangan, dan ketidakadilan dalam berbagai bentuknya. Jika keadilan belum menjadi kenyataan yang dirasakan semua lapisan masyarakat, maka kemerdekaan belum benar-benar utuh.
Keadilan adalah roh dari kemerdekaan. Namun hingga kini, realitas di lapangan masih menunjukkan banyak ketimpangan. Penegakan hukum sering kali tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Rakyat kecil yang melanggar hukum langsung ditindak, sementara mereka yang diduga melakukan pelanggaran besar justru tidak tersentuh atau hanya diselidiki secara formalitas.
Pasang Iklan Disini Scroll ke BawahScroll ke Bawah
Fenomena ini menggambarkan krisis keadilan yang nyata. Jika hukum hanya berpihak kepada mereka yang kuat dan berpunya, dan tidak melindungi mereka yang lemah dan miskin, maka kita gagal mewujudkan amanat kemerdekaan.
Buruh masih bekerja dengan upah yang jauh dari layak, petani kesulitan mendapatkan akses produksi dan harga pasar yang adil, masyarakat miskin kesulitan mendapatkan pelayanan hukum dan publik, serta konflik agraria yang merugikan masyarakat adat masih terus terjadi. Jika negara tidak hadir secara nyata dalam melindungi kelompok-kelompok ini, maka kemerdekaan hanya menjadi slogan tahunan.
Dalam peringatan HUT ke-80 RI, pemerintah menetapkan tema: “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.” Ini adalah tema besar yang hanya akan bermakna jika dijalankan secara konsisten. Persatuan tidak akan kokoh jika keadilan tidak ditegakkan. Kesejahteraan tidak akan tercapai jika ketimpangan dibiarkan. Dan kemajuan tidak akan adil jika hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat.
Keadilan sebagai Wujud Nyata Kemerdekaan dalam perspektif kemerdekaan menuntut: