ELTV SATU ||| ARTIKEL – Demonstrasi adalah salah satu instrumen penting dalam kehidupan berdemokrasi. Ia menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, kritik, sekaligus kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Hak untuk berdemonstrasi bahkan dijamin oleh konstitusi melalui Pasal 28E UUD 1945 serta diatur lebih lanjut dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Namun dalam praktiknya, demonstrasi tidak selalu berjalan sebagaimana idealnya. Tidak jarang, aksi massa yang semula damai berubah menjadi ricuh. Fasilitas umum dirusak, toko-toko dijarah, hingga kantor pemerintahan dibakar. Di titik inilah, batas antara demo sebagai hak demokrasi dan penjarahan sebagai tindak pidana menjadi kabur.
Demo sebagai Hak Demokrasi
Pada dasarnya, demonstrasi merupakan ekspresi kolektif yang harus dihormati. Selama dilakukan secara damai, tidak mengganggu hak orang lain, serta mengikuti ketentuan hukum, maka negara justru wajib memberikan perlindungan. Sebab, tanpa ruang berekspresi, demokrasi hanya menjadi formalitas tanpa substansi.
Penjarahan sebagai Tindak Kriminal
Ketika aksi massa berubah menjadi penjarahan, maka hak konstitusional telah bergeser menjadi pelanggaran hukum. Penjarahan bukanlah bentuk protes, melainkan pencurian dengan pemberatan atau bahkan kekerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Aksi ini tidak hanya merugikan korban secara materiil, tetapi juga merusak citra perjuangan rakyat itu sendiri.




 
									








