ELTV SATU ||| ARTIKEL – Koperasi Merah Putih (Kopdes Merah Putih) adalah program pemerintah yang bertujuan untuk membangun ekonomi desa dan kelurahan melalui koperasi yang dikelola oleh dan untuk masyarakat desa. Koperasi ini ditujukan untuk memperkuat swasembada pangan, pemerataan ekonomi, dan
mewujudkan desa mandiri. Pembentukan Kopdes Merah Putih dilatarbelakangi oleh Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025 dan Surat Edaran Menteri Koperasi No. 1/2025.
Tujuan:
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui usaha bersama, memperkuat ketahanan pangan, dan mendorong pemerataan ekonomi.
Target:
Pembentukan 70.000 hingga 80.000 koperasi di seluruh desa/kelurahan di Indonesia.
Jenis Usaha:
Kopdes Merah Putih dapat menjalankan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal, seperti simpan pinjam, simpanan, gerai sembako, klinik desa, cold storage, dan logistik.
Sumber Dana:
Pembiayaan modal usaha Kopdes Merah Putih berasal dari pinjaman perbankan, khususnya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Pendanaan:
Dana yang diberikan kepada Kopdes Merah Putih bukan dari APBN, melainkan pinjaman untuk mendukung kegiatan usaha koperasi.
Pengelolaan:
Kopdes Merah Putih dikelola oleh pengurus yang dipilih oleh anggota koperasi.
Syarat Pengurus:
Pengurus Kopdes Merah Putih harus memiliki keterampilan kerja, wawasan usaha, dan semangat kewirausahaan, serta tidak memiliki hubungan keluarga dengan pengurus lain atau pengawas.
Bolehkah Aparatur Desa Menjadi Pengurus Koperasi
Secara umum, aparatur desa boleh menjadi pengurus koperasi, namun ada beberapa batasan dan ketentuan yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi konflik kepentingan dan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dasar Hukum Terkait:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Mengatur tugas, wewenang, dan larangan bagi aparatur desa. Pasal 51 menyebutkan bahwa perangkat desa dilarang “merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik” atau melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan masyarakat
desa.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Tidak melarang secara eksplisit aparatur desa menjadi pengurus koperasi, selama koperasi tersebut bukan milik pemerintah dan tidak menggunakan dana desa secara langsung. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan peraturan turunan lainnya. Memberikan batasan agar aparatur desa fokus pada pelayanan publik dan menghindari konflik kepentingan.
Aparatur desa menjadi pengurus koperasi Boleh jika: Koperasi tersebut bukan milik desa secara langsung (misalnya BUMDes atau koperasi yang dibiayai dana desa). Tidak terjadi konflik kepentingan (misalnya menggunakan wewenang sebagai aparatur desa untuk menguntungkan koperasi pribadi). Tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab utama sebagai aparatur desa.
aparatur desa menjadi pengurus koperasi Tidak boleh jika: Menjadi pengurus koperasi yang mengelola dana desa
atau milik desa (seperti BUMDes), karena ini berpotensi konflik kepentingan. Menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan koperasi. Menggunakan anggaran, fasilitas, atau aset desa untuk kepentingan koperasi pribadi.
Sebaiknya aparatur desa: Menghindari posisi strategis (seperti ketua atau bendahara) dalam koperasi jika berisiko konflik kepentingan. Berkoordinasi dengan camat atau Dinas Koperasi setempat untuk memastikan tidak melanggar
aturan. Membuat pernyataan etika atau minta pendapat hukum tertulis dari pihak berwenang jika ragu.
Sejauh ini tidak ada Undang‑Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perkoperasian yang secara tegas melarang aparatur desa merangkap sebagai anggota koperasi. Yang ada adalah: Peraturan Menteri Koperasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Berdasarkan Permenkop No 1 Tahun 2025 tentang Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, tidak ada ketentuan khusus yang menyebut “saksi” bagi aparatur desa yang diangkat sebagai pegawai (pengelola) koperasi. Namun, mekanisme pengangkatan pegawai (kelompok “pengelola”)
Dasar Hukum
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025
Tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM (Permenkop UKM) Nomor 1 Tahun 2025
Tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih
Adakah Sanksi Bagi Pegawai Desa Yang Menjadi Anggota Koperasi
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 dan Surat Edaran Menteri Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun 2025, tidak terdapat ketentuan yang secara eksplisit melarang aparatur desa menjadi anggota Koperasi Merah Putih. Namun, terdapat pembatasan yang jelas mengenai peran aparatur desa dalam struktur kepengurusan koperasi tersebut.
Larangan bagi Aparatur Desa
Dalam Surat Edaran Menteri Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun 2025, disebutkan bahwa Kepala Desa, Perangkat Desa, dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dilarang menjadi pengurus Koperasi Merah Putih. Larangan ini bertujuan untuk mencegah konflik kepentingan dan memastikan netralitas dalam pengelolaan koperasi.
Sanksi atas Pelanggaran
Meskipun tidak ada sanksi yang secara spesifik disebutkan dalam Inpres atau Surat Edaran tersebut, pelanggaran terhadap larangan ini dapat dikenai tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya,
jika seorang aparatur desa tetap menjabat sebagai pengurus koperasi, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap etika pemerintahan desa dan dapat dikenai sanksi administratif atau disipliner sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan turunannya.
Sanksi atas Pelanggaran Larangan Rangkap Jabatan.
Tidak Ada Sanksi Pidana Khusus, Tapi Berlaku Sanksi Administratif/Dinas: Jika seorang pegawai atau aparatur desa terbukti merangkap jabatan (misalnya menjadi pengurus koperasi), maka dapat dikenai:
Sanksi Administratif
Berdasarkan: Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 29: Perangkat desa dilarang menyalahgunakan wewenang dan merangkap jabatan. Pasal 30: Pelanggaran dikenai sanksi administratif: Teguran lisan/tulisan, Pemberhentian sementara, Pemberhentian tetap.
Siapa yang Bisa Menjadi Saksi.
Dalam konteks pelaporan atau pembuktian rangkap jabatan, saksi bisa berasal dari:
Masyarakat (warga desa yang mengetahui fakta tersebut) Anggota BPD (karena punya fungsi pengawasan) Pengurus
koperasi (jika mengetahui atau menyetujui pengangkatan) Pihak kecamatan atau pendamping desa Dokumen administratif (Berita Acara Rapat, SK pengangkatan, struktur organisasi koperasi)
Kesimpulan:
Pegawai desa tidak boleh merangkap sebagai pengurus koperasi Merah Putih. Sanksi berupa teguran hingga pemberhentian bisa dijatuhkan oleh bupati/wali kota melalui camat. Saksi pelanggaran dapat berasal dari
masyarakat, perangkat desa lain, BPD, atau dokumen resmi koperasi.
Dasar Peraturan dan Undang-undang;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun 2025
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian