ELTV SATU ||| CIREBON – Gerakan “Sapoe Sarebu” atau “Sehari Seribu” yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mencuri perhatian publik. Ajakan sederhana untuk menyisihkan seribu rupiah per hari ini dimaksudkan sebagai gerakan moral yang menumbuhkan kepedulian sosial di tengah masyarakat.
Secara prinsip, ide ini menggambarkan semangat gotong royong dan empati yang menjadi ciri khas masyarakat Sunda. Di saat banyak warga menghadapi kesulitan ekonomi, langkah untuk menggerakkan solidaritas dari bawah adalah bentuk inovasi sosial yang patut diapresiasi.
Namun, sebagaimana setiap kebijakan yang melibatkan partisipasi masyarakat luas, tantangan utama terletak pada transparansi dan komunikasi publik. Tanpa penjelasan yang menyeluruh, sebuah ajakan sukarela bisa menimbulkan salah tafsir di lapangan — terutama jika diterapkan di lingkungan formal seperti sekolah atau kantor pemerintahan.
Karena itu, penting bagi pemerintah daerah memastikan bahwa gerakan ini benar-benar bersifat sukarela, tidak menimbulkan tekanan sosial, dan dikelola dengan prinsip keterbukaan. Mekanisme pelaporan serta pengawasan publik akan menjadi kunci agar niat baik ini terjaga dan tidak menimbulkan persepsi negatif.
Dedi Mulyadi dikenal sebagai sosok yang kreatif dan dekat dengan rakyat. Melalui “Sapoe Sarebu”, ia mencoba menanamkan nilai bahwa membantu sesama tidak harus menunggu kebijakan besar; cukup dengan langkah kecil namun konsisten. Nilai seperti inilah yang perlu dijaga, agar gerakan sosial ini tumbuh menjadi simbol kebersamaan, bukan sekadar ajakan sesaat.
Pada akhirnya, keberhasilan “Sapoe Sarebu” akan bergantung pada keikhlasan masyarakat dan kejujuran pengelolanya. Jika dijalankan dengan hati dan tata kelola yang baik, gerakan ini dapat menjadi inspirasi baru bagi daerah lain — bahwa solidaritas sosial bisa lahir dari hal kecil, namun membawa makna yang besar bagi kemanusiaan.












