ELTV SATU ||| JAKARTA – Hukum sejatinya adalah cermin hati nurani publik—seperti danau bening yang memantulkan wajah keadilan. Ia bukan sekadar susunan pasal yang kaku, melainkan kompas moral yang menuntun arah masyarakat menuju keseimbangan dan kepastian.
Namun, di jalan berliku penegakan hukum, cermin itu kerap diduga retak. Ada kalanya proses hukum tampak seperti perahu yang oleng di tengah badai, ketika teks pasal dipahami hanya sebagai huruf mati, jika rasa keadilan masyarakat diabaikan. Dalam keadaan demikian, hukum seakan kehilangan jiwanya dan berubah menjadi bayang-bayang tak bernyawa.
Lebih jauh, jika hukum diperdagangkan, ibarat mata air yang tercemar, maka aliran keadilan pun menjadi keruh. Ketika kekuasaan menundukkan hukum untuk kepentingan segelintir orang, yang lemah diduga makin terpinggirkan, dan nurani publik pun terasa dikhianati.
LBH Adipati meyakini bahwa hukum harus ditegakkan dengan hati nurani yang menyala. Aparat penegak hukum, jika berpegang pada semangat keadilan dan bukan sekadar formalitas pasal, akan menjadi pelita yang menuntun yang lemah, menegur yang khilaf, dan menenangkan jiwa masyarakat.
Hukum tidak boleh menjadi alat transaksi, melainkan cahaya kemanusiaan yang menegaskan bahwa keadilan adalah milik semua, bukan milik penguasa semata. Hanya dengan begitu, cermin hati nurani publik tetap jernih, dan setiap orang dapat melihat wajah keadilan dengan jelas.