Scroll untuk baca artikel
banner 325x300
banner 160x600
banner 160x600
Example 728x250
ArtikelNews

Kekerasan Sektarian di Suwayda: Melacak Konflik Mematikan antara Druze dan Badui. 

10
×

Kekerasan Sektarian di Suwayda: Melacak Konflik Mematikan antara Druze dan Badui. 

Sebarkan artikel ini
Example 728x250

ELTV SATU ||| Provinsi Suwayda di Suriah selatan, yang mayoritas penduduknya adalah komunitas Druze, baru-baru ini menjadi pusat kekerasan sektarian yang mematikan. Bentrokan sengit antara milisi Druze lokal dan pejuang suku Badui telah memperburuk ketidakstabilan di wilayah yang sudah rapuh akibat perang saudara berkepanjangan di Suriah. Konflik ini tidak hanya mencerminkan ketegangan internal yang mendalam tetapi juga menyoroti peran kompleks aktor eksternal seperti Israel, yang mengklaim bertindak untuk melindungi Druze di Suriah.

Akar Konflik dan Ketegangan Historis

Example 300x600

Konflik antara komunitas Druze dan suku-suku Badui di Suwayda bukanlah fenomena baru. Ketegangan historis telah lama membayangi hubungan mereka, sering kali berpusat pada sengketa tanah, sumber daya air, dan pencurian. Suwayda adalah wilayah pertanian yang relatif subur, namun sumber daya airnya terbatas, memicu persaingan sengit antara masyarakat pertanian Druze yang menetap dan suku-suku Badui nomaden atau semi-nomaden yang mencari padang rumput dan akses air (Al Jazeera, 2025).

Selain itu, perbedaan demografi dan gaya hidup juga berkontribusi pada gesekan. Druze adalah komunitas etnoreligius yang sangat terorganisir dengan struktur sosial yang kuat dan sistem nilai yang terpusat pada identitas kolektif dan perlindungan diri (Obeid, 2006). Di sisi lain, suku-suku Badui cenderung memiliki struktur klan yang longgar namun kuat, dengan loyalitas yang berakar pada ikatan kesukuan.

Perang saudara Suriah sejak 2011 telah memperparah ketegangan ini. Dengan melemahnya kontrol pemerintah pusat, kekosongan keamanan muncul, memungkinkan milisi lokal dan kelompok bersenjata non-negara untuk beroperasi dengan impunitas lebih besar. Ini menciptakan lingkungan di mana sengketa lokal dapat dengan cepat meningkat menjadi konflik bersenjata berskala besar. Kelompok-kelompok kriminal juga memanfaatkan situasi ini, seringkali dengan motif penculikan, pemerasan, atau perdagangan narkoba, yang semakin mengaburkan garis antara kejahatan biasa dan konflik sektarian.

Baca Juga :  Kodim 0617/Majalengka Gelar Upacara Harkitnas ke-117, Hal. Kasdim: Momentum Menumbuhkan Semangat Kebangsaan

Dinamika Kekerasan Saat Ini.

Kekerasan terbaru di Suwayda ditandai oleh beberapa dinamika penting. Pemicu Langsungnya adalah insiden kecil seperti pencurian ternak, sengketa lahan, atau penculikan yang dengan cepat memicu reaksi berantai dari kedua belah pihak. Laporan menunjukkan bahwa penculikan individu Druze dan tuntutan tebusan oleh kelompok-kelompok Badui tertentu telah menjadi pemicu berulang (Al Jazeera, 2025).

Komunitas Druze di Suwayda telah membentuk milisi lokal mereka sendiri, yang dikenal sebagai Rijal al-Karama (Orang-orang Martabat), atau kelompok pertahanan diri lainnya. Milisi-milisi ini bersenjata lengkap dan memiliki pengalaman tempur karena terlibat dalam mempertahankan wilayah mereka dari serangan kelompok ekstremis selama perang saudara. Tujuan utama mereka adalah melindungi desa-desa Druze dan menegakkan semacam hukum dan ketertiban di tengah absennya negara.

Di sisi lain, beberapa suku Badui telah membentuk kelompok bersenjata mereka sendiri, yang terkadang dikaitkan dengan jaringan kriminal atau bahkan memiliki hubungan tidak langsung dengan faksi-faksi tertentu dalam konflik Suriah. Tuduhan muncul bahwa beberapa kelompok Badui didukung oleh aktor regional atau entitas yang mencari keuntungan dari kekacauan di Suriah selatan. Pemerintah Suriah, meskipun secara nominal mengendalikan Suwayda, memiliki kendali yang lemah di daerah pedesaan dan gurun. Intervensi pasukan pemerintah sering kali terbatas atau datang terlambat, dan terkadang malah memperburuk situasi karena mereka sendiri menjadi sasaran kekerasan atau dituduh memihak. Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa telah menyatakan komitmen untuk melindungi hak-hak minoritas Druze, namun kemampuan pemerintah untuk memaksakan perdamaian seringkali diragukan (Al Jazeera, 2025).

Baca Juga :  Dandim Majalengka: Lulusan SPPI Harus Siap Bangun Daerah dan Cerdaskan Bangsa

Peran Israel yang Kontroversial.

Israel telah secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap Druze di Suriah, menyebut hubungan mereka sebagai “aliansi persaudaraan” (Times of India, 2025). Sebagai respons terhadap kekerasan di Suwayda dan dugaan pelanggaran terhadap Druze oleh pasukan Suriah, Israel melancarkan serangan udara signifikan di Suwayda dan Damaskus. Israel berdalih bahwa tindakan ini diperlukan untuk melindungi Druze dan menegakkan zona demiliterisasi di Suriah selatan (Times of India, 2025). Selain itu, laporan menunjukkan bahwa ratusan warga Druze dari Israel, terutama dari Dataran Tinggi Golan, telah melintasi perbatasan untuk membantu kerabat mereka, meskipun Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menganggapnya sebagai “insiden serius” (The Times of Israel, 2025). Tindakan Israel ini, termasuk pengiriman bantuan kemanusiaan, dikritik oleh beberapa pihak sebagai upaya untuk mengeksploitasi komunitas Druze demi kepentingan geopolitik, menabur perpecahan, dan mengganggu stabilitas Suriah (Daily Sabah, 2025).

Dampak dan Konsekuensi

Kekerasan sektarian ini memiliki konsekuensi yang mengerikan bagi Suwayda dan wilayah sekitarnya. Bentrokan telah menyebabkan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak, serta warga sipil yang terjebak di tengah-tengah. Ribuan orang telah mengungsi dari desa-desa mereka, mencari perlindungan di pusat-pusat kota atau wilayah yang lebih aman.

Baca Juga :  Jabatan Adalah Amanah Bukan Hak Ataupun Jatah

Rumah-rumah dan properti telah dihancurkan, dan infrastruktur dasar seperti jalan dan pasokan air terganggu. Konflik ini memperparah krisis kemanusiaan yang sudah ada di Suriah, dengan meningkatnya kebutuhan akan makanan, tempat tinggal, dan perawatan medis.

Kekerasan ini semakin memperdalam jurang ketidakpercayaan dan kebencian antara Druze dan suku-suku Badui, membuat upaya rekonsiliasi menjadi lebih sulit di masa depan. Kekerasan di Suwayda berpotensi mendestabilisasi Suriah selatan secara lebih luas, menarik intervensi dari berbagai aktor regional dan internasional. Ada kekhawatiran bahwa komunitas minoritas di Suriah, termasuk Druze, dapat digunakan sebagai proksi oleh negara-negara tetangga (Newlines Institute, 2025).

Upaya Penyelesaian dan Tantangan.

Meskipun laporan gencatan senjata telah dicapai, kekerasan masih terus berlanjut di beberapa daerah, dan situasi tetap sangat tegang (Times of India, 2025). Upaya penyelesaian konflik melibatkan berbagai pihak. Para pemimpin agama dan sesepuh Druze memiliki peran penting dalam menyerukan ketenangan dan memediasi konflik. Namun, perbedaan pandangan di antara para pemimpin Druze mengenai kesepakatan gencatan senjata menunjukkan tantangan dalam mencapai konsensus (Al Jazeera, 2025).

Meskipun kapasitasnya terbatas, pemerintah Suriah berupaya untuk menegakkan kontrol dan menghentikan kekerasan, meskipun seringkali menghadapi perlawanan dari milisi lokal.

Negara-negara tetangga dan organisasi internasional mungkin terlibat dalam upaya mediasi atau memberikan bantuan kemanusiaan, meskipun motivasi mereka bisa jadi kompleks dan terkadang kontroversial.

Example 728x250
banner 200x800
banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250