ELTV SATU ||| JAKARTA – Fenomena penarikan kendaraan oleh debt collector (DC) di jalan kerap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tidak sedikit proses penarikan yang disertai tindakan kasar, ancaman, hingga kekerasan fisik terhadap debitur. Padahal, warga biasa pun berhak melapor ke polisi apabila menyaksikan peristiwa tersebut, meskipun bukan pihak yang terlibat langsung dalam perjanjian kredit.
Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, atau menjadi korban tindak pidana berhak melapor kepada penyidik atau pejabat kepolisian terdekat. Artinya, siapa pun yang menyaksikan tindakan kekerasan dalam penarikan kendaraan memiliki hak hukum untuk membuat laporan polisi.
Tindakan berupa intimidasi, pemukulan, atau ancaman dalam proses penarikan kendaraan termasuk dalam ranah pidana. Pelakunya dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam KUHP, antara lain Pasal 351 tentang penganiayaan, Pasal 368 tentang pemerasan, serta Pasal 365 jika disertai kekerasan dan perampasan barang. Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan dapat mencapai sembilan tahun penjara atau lebih, tergantung akibat perbuatannya.
Lembaga pembiayaan hanya dapat melakukan eksekusi kendaraan jika objek kredit telah didaftarkan sebagai jaminan fidusia. Tanpa adanya akta fidusia, perusahaan tidak memiliki hak eksekusi langsung, sehingga penarikan kendaraan wajib melalui proses gugatan di pengadilan. Penarikan paksa tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Apabila masyarakat menyaksikan penarikan kendaraan yang disertai kekerasan, langkah aman yang dapat dilakukan antara lain tidak ikut terlibat langsung, mendokumentasikan kejadian secara aman, serta segera melapor ke kantor polisi terdekat dengan menyertakan waktu, tempat, dan kronologi. Laporan juga dapat disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau lembaga perlindungan konsumen bila terkait dengan lembaga pembiayaan.
Penarikan kendaraan tanpa dasar hukum dan disertai kekerasan bukan lagi urusan perdata, melainkan pidana murni. Warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk melaporkan tindakan semacam itu demi menegakkan hukum dan menjaga rasa aman di lingkungan masyarakat.