ELTV SATU ||| JAKARTA – Dalam lembar panjang sejarah Indonesia, ada bab yang sering dibaca sepintas lalu yakni perjuangan para kiai dan santri dalam merebut serta mempertahankan kemerdekaan bangsa. Mereka bukan hanya pengajar ngaji atau penjaga surau; mereka adalah pejuang dengan semangat jihad fi sabilillah, yang memadukan cinta tanah air dengan keyakinan spiritual yang mendalam.
Ketika peluru menyalak di Surabaya, ketika darah tumpah di pesantren-pesantren Jawa Timur dan Jawa Tengah, para kiai tidak bersembunyi di balik kitab. Mereka turun ke medan laga, menyeru santrinya untuk ikut berjuang. Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 dari KH. Hasyim Asy’ari bukan hanya seruan politik, tapi panggilan iman: mempertahankan tanah air dari penjajahan adalah bagian dari kewajiban agama—“Hubbul Wathan Minal Iman”.
Namun kini, di tengah riuhnya dunia digital, kita seakan rela lupa demi berita. Layar-layar ponsel dipenuhi sensasi dan kontroversi, sementara nama-nama pejuang bersarung jarang disinggung. Perjuangan mereka yang dulu membasahi bumi dengan darah dan doa, kini hanya menjadi potongan paragraf di buku sejarah sekolah.
Kita lupa bahwa kemerdekaan bukan hadiah, tetapi hasil pengorbanan. Di balik kibaran merah putih, ada santri yang gugur tanpa nama; ada kiai yang disiksa, diasingkan, bahkan dibunuh karena mempertahankan harga diri bangsa. Mereka tidak meminta balas jasa, hanya berharap generasi setelahnya menjaga marwah kemerdekaan dan moral bangsa.
Hari ini, sudah selayaknya kita berhenti sejenak dari hiruk-pikuk berita yang melenakan. Mari kita kenang kembali para kiai dan santri pejuang, bukan sekadar dalam seremoni, tetapi dalam perilaku—dengan menegakkan nilai kejujuran, kesederhanaan, dan keberanian seperti mereka dulu.
Karena jika kita terus lupa, pengorbanan mereka akan benar-benar mati—bukan di medan perang, tetapi di dalam ingatan kita sendiri.
Kini, tugas kita adalah melanjutkan perjuangan itu—dengan ilmu, akhlak, dan cinta tanah air—agar Indonesia tetap berdiri tegak, bermartabat, dan diberkahi oleh Allah SWT.
Oleh:
A. Mukhyi
Wakil sekertaris PW Pagar Nusa Jawa Barat