Tapi yang menjadi pertanyaan, di khawatirkan, apakah proses musyawarah itu ditempuh dengan konsisten tidak memberatkan salah satu pihak, dalam hal ini adalah wali murid. Dan seharusnya Komite Sekolah bisa lebih
condong berpihak kepada wali murid, jangan sampai menggiring wali murid untuk mengiyakan, tunduk dan patuh, apa yang menjadi keinginan pihak sekolah.
Apalagi jikalau dalam kegiatan Study Tour, panitia dan guru pendamping biaya untuk pemberangkatan, dan upah untuk panitia dibebankan ke Wali Murid. Sungguh sangat ironis, yang Nota bene nya guru sudah mendapatkan
gajih, dan tunjangan lainnya. Yang dikhawatirkan diduga hanya memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada, dalam hal ini dugaan jangan sampai adanya gratifikasi.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah Ketika dalam musyawarah disampaiakan kepada wali murid, bahwa panitia dan guru pendamping biaya untuk pemberangkatan dan upah untuk panitia dibebankan ke Wali Murid. Dikhawatirkan hal tersebut tidak disampaikan dalam pembahasan musyawarah, kalau toh disampaiakan diyakini secara naluri manusiawi orang tua murid akan merasa keberatan, apalagi dalam hal ini Perekonomian keluarga setiap wali murid berbeda beda.
Diduga wali murid hanya bisa diam, karena tunduk dan patuh pada hasil musyawarah tersebut. kalaupun ingin menyatakan keberatan tidak berani atau enggan, karena mengkhawatirkan bila menyampaiakan keberatan di
kwahatir akan terjadi suatu hal yang tidak baik menimpa anaknya yang sekolah di sekolahan tersebut, dalam hal ini nilai akan menjadi jelek, beban moral takut dikucilkan, atau beba moral lainnya.
Opini :
Oleh Andre
Maman Roenza
Selaku Ketua
ICW (Independent Corruption Watch) Cirebon Raya
selaku Ketua
LBH ELIT Cirebon Raya
(Penulis :
Rockheli) 




 
							














