“Kami melihat bahwa banyak pelaku anarkisme berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Mereka pada dasarnya cerdas, punya potensi besar, tapi salah dalam memilih figur, salah menafsirkan perjuangan, dan yang paling utama: kurang mendapat perhatian serta arahan dari orang terdekat, termasuk orang tua,” ujar Hendra.
Polda Jabar mencatat bahwa sebagian pelaku yang diamankan terpapar paham-paham kekerasan melalui media sosial dan sebaran flyer digital yang bersifat provokatif. Ajakan-ajakan yang dikemas dalam bentuk “solidaritas”, “perlawanan”, dan “aksi turun ke jalan” kerap menyasar anak muda yang sedang mencari identitas sosialnya.
“Banyak dari mereka yang terjebak karena membaca flayer-flayer ajakan demo yang disebar di media sosial, tanpa memahami konteks dan konsekuensi hukumnya. Ini sangat berbahaya,” tambahnya.
Kabid Humas menegaskan pentingnya keterlibatan orang tua dalam membimbing anak-anak di era digital saat ini.
“Kami mengimbau kepada seluruh orang tua, jangan pernah merasa anak Anda aman hanya karena mereka ada di rumah atau kuliah. Pantau aktivitas digital mereka, ajak bicara secara terbuka, dan beri perhatian yang cukup. Anak-anak butuh figur dan arahan. Jika tidak dari orang tua, mereka akan mencarinya di luar — dan belum tentu itu baik.” tuturnya.
Polda Jabar juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pendidik, tokoh agama, dan lingkungan kampus, untuk bersama-sama menangkal pengaruh paham kekerasan dan anarkisme dengan pendekatan edukatif dan preventif.
“Peringatan ini bukan hanya untuk pelaku, tapi untuk kita semua sebagai bangsa. Jangan biarkan generasi muda kita disesatkan oleh kemasan perjuangan yang menyesatkan,” tutup Kabid Humas.
Bid Humas Polda Jabar
(Vicky)