ELTV SATU ||| JAKARTA – Dalam proses hukum, baik di ranah perdata umum maupun di Pengadilan Agama, terdapat sejumlah istilah penting yang sering muncul dalam persidangan. Memahami istilah-istilah ini membantu masyarakat dan pihak yang bersengketa untuk lebih siap menghadapi proses hukum.
Posita dan Petitum adalah dua komponen utama dalam gugatan. Posita berisi fakta-fakta dan dasar hukum yang menjadi landasan pengajuan gugatan, sementara petitum memuat tuntutan atau permintaan yang diajukan penggugat kepada pengadilan. Sebagai contoh, dalam perkara perceraian, posita bisa menjelaskan tanggal pernikahan dan alasan perceraian, sedangkan petitum menyatakan permintaan agar hakim memutus perceraian dan menentukan hak asuh anak. Di hukum perdata, ketentuan mengenai posita dan petitum diatur dalam KUHPerdata Pasal 118 dan 125 HIR/RBg. Dalam Pengadilan Agama, ketentuan serupa terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 Pasal 56 ayat (1), yang menekankan bahwa permohonan harus memuat identitas pihak, dasar hukum, dan tuntutan yang diminta.
Eksepsi adalah keberatan yang diajukan tergugat terhadap gugatan sebelum perkara masuk ke pokok persidangan. Fokus eksepsi adalah pada aspek formal atau prosedural, misalnya pengadilan dianggap tidak berwenang memeriksa perkara, atau gugatan dianggap kadaluwarsa. Di hukum perdata, eksepsi diatur dalam KUHPerdata Pasal 118-125 HIR/RBg, sedangkan di Pengadilan Agama, eksepsi dapat diajukan tergugat sebelum pemeriksaan pokok perkara sesuai UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 Pasal 116.
Setelah eksepsi, proses persidangan memasuki tahap tanggapan masing-masing pihak. Replik adalah jawaban penggugat terhadap jawaban atau pembelaan tergugat, termasuk menanggapi eksepsi yang ditolak. Fungsinya adalah memperkuat gugatan dan menanggapi argumen lawan. Di hukum perdata, hak replik diatur dalam HIR Pasal 129, dan dalam Pengadilan Agama dijelaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2016 Bab II Pasal 3.
Sebaliknya, duplik adalah jawaban tergugat terhadap replik penggugat. Duplik berfungsi untuk mempertahankan posisi tergugat dan menanggapi argumen tambahan dari penggugat. Aturan mengenai duplik sama dengan replik; dalam hukum perdata diatur dalam HIR Pasal 129, dan di Pengadilan Agama dicantumkan dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2016 Bab II.
Memahami posita, petitum, eksepsi, replik, dan duplik penting bagi setiap pihak yang terlibat dalam persidangan. Pengetahuan ini tidak hanya membantu dalam mempersiapkan dokumen dan argumen, tetapi juga membuat proses hukum lebih transparan dan dapat diikuti dengan baik oleh masyarakat awam. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat dapat menghadapi persidangan dengan lebih percaya diri, menjaga hak-hak mereka, dan meminimalkan kesalahpahaman di pengadilan.












