ELTV SATU ||| JAKARTA – Sungai Cimanuk Cisanggarung adalah salah satu sungai utama yang melintasi beberapa wilayah dan menjadi sumber air penting untuk pertanian, usaha industri kecil, dan kebutuhan masyarakat. Namun, penggunaannya tidak bisa sembarangan. Hukum Indonesia menegaskan bahwa setiap pengambilan air permukaan untuk kepentingan di luar kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi rakyat wajib memiliki izin resmi.
Dasar hukumnya tercantum dalam UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, serta diperjelas melalui Permen PUPR Nomor 3 Tahun 2023 dan Permen PUPR Nomor 2 Tahun 2024. Izin diajukan kepada Menteri PUPR melalui Unit Pelayanan Perizinan Ditjen SDA, dilengkapi dokumen teknis termasuk rekomendasi teknis (rekomtek) dari BBWS Cimanuk-Cisanggarung.
Mengurus izin bukan sekadar formalitas, melainkan tanggung jawab hukum. Penggunaan air Sungai Cisanggarung secara langsung tanpa izin, misalnya melalui pompa atau saluran khusus, melanggar Pasal 70 UU SDA, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara dan/atau denda hingga sepuluh miliar rupiah (Pasal 71). Pelanggaran ini termasuk delik formil, sehingga cukup terbukti memakai air tanpa izin untuk diproses hukum, tanpa harus ada pihak yang melapor.
Selain pidana umum, praktik pengambilan air tanpa izin juga berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi, karena negara berhak atas penerimaan dari izin dan pajak pemanfaatan air. Jika ada pihak yang memanfaatkan air Sungai Cisanggarung bertahun-tahun tanpa membayar kewajiban, hal ini dapat menimbulkan kerugian negara, yang masuk lingkup Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
Dengan demikian, pemanfaatan air Sungai Cisanggarung bukan sekadar urusan teknis, tetapi juga menyangkut pidana umum dan pidana khusus. Negara bertanggung jawab melindungi sumber daya ini agar penggunaannya adil dan berkelanjutan, sementara masyarakat dan pelaku usaha wajib mematuhi aturan agar terhindar dari risiko hukum. (Tim Redaksi)