ELTV SATU ||| JAKARTA – Dalam sistem peradilan agama di Indonesia, terdapat mekanisme khusus apabila salah satu pihak dalam perkara tidak hadir pada sidang. Dua istilah penting yang muncul dalam konteks ini adalah putusan verstek dan verzet. Kedua mekanisme ini bertujuan untuk menjaga keadilan bagi semua pihak, meskipun ada yang tidak hadir di persidangan.
Putusan Verstek
Putusan verstek adalah keputusan yang dijatuhkan oleh pengadilan karena salah satu pihak tidak hadir pada sidang tanpa alasan yang sah. Istilah “verstek” berasal dari bahasa Belanda yang berarti “putusan karena ketidakhadiran pihak.”
Ciri-ciri putusan verstek:
- Salah satu pihak (biasanya tergugat) tidak hadir pada sidang pertama atau sidang-sidang berikutnya.
- Pihak yang hadir (biasanya penggugat) tetap dapat mengajukan bukti-bukti dan argumen.
- Jika bukti yang diajukan cukup, pengadilan dapat memutuskan perkara sesuai permohonan pihak yang hadir.
Dasar hukum putusan verstek:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006), Pasal 54 ayat (1)
- Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Berperkara di Pengadilan Agama
Putusan verstek bersifat final, namun pihak yang tidak hadir tetap memiliki hak untuk mengajukan verzet.
Verzet
Verzet adalah upaya hukum yang diajukan pihak yang kalah secara verstek untuk meminta pengadilan membuka kembali perkara. Tujuan verzet adalah memberikan kesempatan bagi pihak yang tidak hadir untuk membela diri dan menyampaikan bukti atau argumen yang belum dipertimbangkan.
Ciri-ciri verzet:












