Scroll ke bawah
banner 325x300
banner 160x600
banner 160x600
Example 728x250
Hukum & KriminalKolom & Feature

Penipuan: Tinjauan Kriminologi, Karakter, dan Psikologi

78
×

Penipuan: Tinjauan Kriminologi, Karakter, dan Psikologi

Sebarkan artikel ini
Foto Ilustrasi AI
Example 728x250

ELTV SATU ||| JAKARTA – Penipuan merupakan salah satu bentuk kejahatan non-kekerasan (white collar crime) yang marak terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Dalam perspektif kriminologi hukum, penipuan dipahami bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan juga gejala sosial yang mencerminkan lemahnya integritas moral dan kontrol diri pelakunya. Tindakan ini biasanya dilakukan dengan tipu muslihat, kebohongan, atau manipulasi untuk memperoleh keuntungan pribadi, baik berupa uang, barang, maupun kepercayaan. Dari sisi hukum Indonesia, penipuan diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman pidana penjara maksimal empat tahun.

Baca Juga :  Publikasi Kegiatan Kunci Memperkuat Branding PWCR

Dari sudut karakter manusia, perilaku menipu mencerminkan rapuhnya moral dan kegagalan menjaga kejujuran. Karakter penipu terbentuk bukan sejak lahir, melainkan melalui proses panjang; berawal dari kebohongan kecil yang dibiarkan, lingkungan yang permisif terhadap ketidakjujuran, hingga menumpulkan rasa bersalah. Individu yang terbiasa menipu sering kehilangan kendali moral, memandang kebohongan sebagai strategi hidup, dan berorientasi pada keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kerugian orang lain.

Pasang Iklan Disini Scroll ke Bawah
idth="300"
Scroll ke Bawah

Kriminologi menjelaskan bahwa motif penipuan biasanya muncul dari tekanan sosial, ketimpangan ekonomi, lemahnya kontrol moral, dan pengaruh lingkungan. Kebohongan kecil yang berhasil tanpa konsekuensi bisa berkembang menjadi kebiasaan, lalu menjadi karakter penipu, dan akhirnya meningkat menjadi tindak pidana penipuan. Penipuan tidak hanya merugikan korban secara materi, tetapi juga menghancurkan kepercayaan sosial dan menurunkan wibawa hukum.

Baca Juga :  Pelaku Pembunuhan Istri Siri di Dukupuntang Ditangkap Polresta Cirebon

Dari sisi psikologis, menipu sesekali bukan dianggap penyakit, melainkan kebiasaan buruk. Namun, jika perilaku menipu terjadi secara terus-menerus, manipulatif, dan tanpa rasa bersalah, ini bisa dikaitkan dengan gangguan kepribadian tertentu, seperti gangguan kepribadian antisosial, narsistik, atau kebohongan patologis. Faktor penyebabnya meliputi lingkungan yang permisif, trauma masa kecil, tekanan sosial, dan kebiasaan yang diperkuat oleh keberhasilan tanpa konsekuensi.

Baca Juga :  Bolehkah Aparatur Desa Menjadi Pengurus Koperasi Merah Putih

Pencegahan penipuan membutuhkan kombinasi pendekatan hukum, pendidikan karakter, dan kesadaran psikologis. Penegakan hukum yang tegas menghentikan tindakan kriminal, pendidikan moral menanamkan nilai kejujuran, dan pemahaman psikologis membantu individu mengenali pola perilaku berbahaya dalam dirinya. Dengan demikian, penipuan dapat dipandang bukan hanya sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai cermin krisis karakter, integritas moral, dan kesehatan psikologis di masyarakat.


Oleh Maya Sulastri, S.H., M.H
Praktisi Hukum

Example 728x250
banner 200x800
banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250

Jangan Copy Paste Tanpa Izin