Bahan dan Teknik Tradisional
Adonan klasik serabi terbuat dari tepung beras, santan kental, sedikit garam, dan daun pandan sebagai pewangi. Adonan dituang ke cetakan tanah liat kecil yang dipanaskan di atas tungku arang, menghasilkan aroma asap khas dan pinggiran garing. Teknik memasak ini masih dipertahankan di banyak pasar tradisional.
Evolusi dan Inovasi Modern
Seiring perkembangan zaman, serabi bertransformasi. Kini tersedia aneka topping modern—keju, cokelat, durian, daging asap—dan disajikan di kafe-kafe bergaya kontemporer. Beberapa daerah, seperti Batang (Jawa Tengah), bahkan mengangkat serabi sebagai ikon wisata kuliner.
Dari tungku tanah liat hingga meja kafe modern, sorabi adalah warisan kuliner Nusantara yang terus hidup dan beradaptasi. Bukti naskah kuno seperti Serat Centhini menegaskan bahwa sorabi telah menjadi bagian dari budaya Jawa setidaknya sejak abad ke-19, bahkan mungkin jauh sebelumnya. Pengaruh luar, inovasi rasa, dan makna ritualnya menjadikan sorabi lebih dari sekadar jajanan: ia adalah cermin sejarah, percampuran budaya, dan kreativitas kuliner Indonesia.
Daftar Pustaka Singkat (sumber utama):
- Serat Centhini, edisi Kamajaya (1814–1823) – daftar kudapan termasuk surabi.
- “Kuliner Jawa dalam Serat Centhini,” Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
- Detik.com – “Sejarah Serabi Solo, Camilan Khas Kota Bengawan yang Populer.”
- Liputan6 – “Menguak Sejarah Kue Srabi di Kota Solo, Dikenal Sejak Era Kerajaan Mataram.”
- SajianSedap – “Sejarah di Balik Kelezatan Serabi.”
(Tim Redaksi)